Langsa | Terkait dikeluarkan Surat Edaran (SE) Plt Gubernur Aceh tentang larangan mengadakan pengajian selain dari itiqat Ahlussunnah Waljamaah yang bersumber hukum mazhab syafi’iyah, menjadi sorotan dari elemen sipil di Aceh, baik yang pro dan kontra dari kebijakan yang kontroversi tesebut.
Adapun SE tersebut bernomor 450/21770 yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 2019 yang ditandatangani oleh Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan ditujukan kepada Bupati/Walikota, SKPA, dan Kakanwil Kementrian/Non Kementrian di Provinsi Aceh.
Ketua Komunitas Jaringan Mahasiswa Indonesia (JAMIN), Yulizar Kasma kepada wartanusa.id, Selasa (31/12) melalui rilisnya, meminta Plt Gubernur Aceh meninjau kembali SE tersebut, karna selain bertentangan dengan Qanun nomor 8 tahun 2014 juga tidak ada penjelasan batasan yang masuk dalam ittiqat ahlul sunnah wal jama’ah.
Lanjutnya, penjelasan tentang manhaj mana saja yang masuk dalam katagori ahlul sunnah wal jama’ah, “jangan sampai ittiqat ahlul sunnah wal jama’ah yang dimaksud dalam surat itu hanya dari perspektif beraqidah Asya’ariah dan matuduriah, bermazhab dengan 4 mazhab fiqih dan bertasawuf Imam Junaid Al baghdadi dan Imam Al Ghazali,” bebernya.
Untuk itu, “Pak Nova harus membuka ruang dialog, bahwa di Aceh umat islam bukan hanya dari kalangan Asya’ariyah dan matuduriah, tapi ada juga dari kalangan atsariiyah atau ahlul hadist serta dari kalangan manhaj tarjih,” ungkap Yulizar.
Yulizar menambahkan, Jika memang Plt Gubernur Aceh bersemangat membentengi masyarakat Aceh dari ajaran sesat, baiknya dilakukan secara sistematis dan adil dengan melibatkan berbagai elemen umat islam yang mengklaim kelompoknya ahlul sunnah wal jama’ah, harus disatukan defenisinya dulu dari banyak versi yang ada.
Karna terlalu banyak kasus persekusi, pengusiran dan pembubaran pengajian di Aceh yang mungkin menjadi alasan indeks toleransi kerukunan beragama masyarakat Aceh paling rendah.
“Sedih sekali jika tidak ditinjau kembali, surat edaran ini bisa menjadi legalitas kelompok tertentu yang menopoli defenisi aswaja dengan mempersekusi, mengusir dan membubarkan pengajian seperti yang terjadi di peukan bada, lam peuneurot, mesjid ketapang, mesjid RSZA, mesjid di punge dan mengganggu pembangunan mesjid seperti yang terjadi di Bireun beberapa waktu lalu,” tambah yulizar yang juga mahasiswa pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
JAMIN, kata yulizar berharap Aceh bisa menjadi role model masyarakat yang bersyariat yang mengkedepankan dialektika, literasi dan keadilan sehingga bisa terwujud masyarakat madani, wajah syariat islam aceh harus bisa menjadi miniatur syariat islam di Daulah Madinah zaman salafus shaleh dulu.
“Ungkapan bersama pada yang dipakati dan berlapang dada pada yang perbedaan jangan hanya teori saja, harus bisa kita bumikan dengan terlbih dahulu memetakan konsep dasarnya seperti konsep Aswaja, 4 Mazhab, alquran dan Sunnah sebagai pembatasnya” Demikian tutup Yulizar. (Ryan Mufty)
Discussion about this post